Thursday, 23 December 2010

ALAM DAN TINJAUAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

-->
TUGAS KELOMPOK

MAKALAH
ALAM DAN TINJAUAN
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Mata Kuliah

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Program Studi: PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS (PBI)
SEMESTER III

Dosen Pembimbing :
SUHARDIMAN, S.Ag

MAKALAH
Disusun oleh :
ARYA MEDISSA
MEITIA PRAWESTI
SHANTY MARYATI
SYAIFUDDIN

STAI MIFTAHUL ’ULUM - TANJUNGPINANG
KEPULAUAN RIAU
2010

Kata pengantar
Dengan mengucapkan puji syukur kehadiraat ALLAH SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Tugas Kelompok dengan judul “Alam dan Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam” sebagai tugas dari mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam.
Kami menyadari keterbatasan akan pengetahuan dan kemampuan yang menjadi kendala dalam kesempurnaan penyusunan makalah ini. Untuk itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan guna memperbaiki kesalahan dimasa mendatang.
Sekian yang dapat kami sampaikan semoga Tugas Kelompok ini dapat memberikan wawasan baru dan perbendaharaan ilmu dengan sebaik-baiknya. Atas perhatian dari pembaca kami ucapkan terima kasih.

Tanjungpinang,           Desember 2010

Penyusun



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Manusia sesuai dengan kodratnya itu menghadapi tiga persoalan yang bersifat universal, dikatakan demikian karena persoalaan tersebut tidak tergantung pada kurun waktu ataupun latar belakang historis kultural tertentu. Persoalan itu menyangkut tata hubungan atar dirinya sebagai mahluk yang otonom dengan realitas lain yang menunjukkan bahwa manusia juga merupakan makhluk yang bersifat dependen. Persoalaan lain menyangkut kenyataan bahwa manusia merupakan makhluk dengan kebutuhan jasmani yang nyaris tak berbeda dengan makhluk lain seperti makan, minum, kebutuhan akan seks, menghindarkan diri dari rasa sakit dan sebagainya tetapi juga sebuah kesadaran tentang kebutuhan yang mengatasinya, menstrandensikan kebutuhan jasmaniah, yakni rasa aman, kasih sayang perhatian, yang semuanya mengisyaratkan adanya kebutuhan ruhaniah dan terakhir, manusia menghadapi problema yang menyangkut kepentiangan dirinya, rahasia pribadi, milik pribadi, kepentingan pribadi, kebutuhan akan kesendirian, namun juga tak dapat disangkan bahwa manusia tidak dapat hidup secara “soliter” melainkan harus “solider” , hidupnya tak mungkin dijalani sendiri tanpa kehadiran orang lain. Belum lagi manusia dalam konsep Islam mempunyai tugas dan  tanggung jawab yang sangat berat yaitu  “Abdul Allah “ (hamba Allah) satu sisi dan sekaligus sebagai “Kholifah fil Ardli(wakil Allah di muka bumi).

B.   Tujuan
Masalah pendidikan adalah merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan manusia, bahkan pada hakikatnya keduanya adalah proses yang satu. Dengan pengertian pendidikan yang luas, berarti bahwa masalah kependidikan pun mempunyai ruang lingkup yang luas pula, yang menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia.
Sebagai contoh, berikut ini akan dikemukakan beberapa masalah kependidikan yang memerlukan analisa filsafat dalam memahami dan memecahkannya, antara lain:
1.  Masalah pendidikan pertama yang mendasar adalah tentang apakah hakikat pendidikan. Mengapa harus ada pada manusia dan merupakan hakikat hidup manusia.
2.   Apakah pendidikan itu berguna untuk membina kepribadian manusia?
3.   Apakah sebenarnya tujuan pendidikan itu?
4. Siapakah hakikatnya yang bertanggung jawab terhadap pendidikan itu, dan sampai mana tanggung jawab tersebut. Bagaimana hubungan tanggung jawab antara keluarga, masyarakat, dan sekolah tehadap pendidikan dan bagaimana tanggung jawab pendidikan tersebut setelah manusia dewasa.
5.   Apakah hakikat pribadi manusia itu. Manakah yang lebih utama untuk dididik; akal, perasaan, atau kemauannya, pendidikan jasmani atau rohani, pendidikan skill ataukah intelektualnya, ataukah kesemuanya itu.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Pendidikan dan Perspektif Islam
1.      Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan pada umumnya dan filsafat Islam pada khususnya adalah bagian dari ilmu filsafat, maka dalam mempelajari filsafat pendidikan perlu memahami terlebih dahulu tentang pengertian filsafat terutama dengan hubungannya dengan masalah pendidikan khususnya pendidikan Islam.
Kata filsafat atau falsafat, berasal dari bahasa Yunani. Kalimat ini berasal dari kata philoshophia yang berarti cinta pengetahuan. Terdiri dari kata philos yang berarti cinta, senang, suka dan kata sophia berarti pengetahuan, hikmah dan kebijaksanaan. Hasan Shadily mengatakan bahwa filsafat menurut arti katanya adalah cinta akan kebenaran. Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa filsafat adalah cinta kepada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah dan kebijaksanaan. Jadi orang yang berfilsafat adalah orang yang mencintai akan kebenaran, berilmu pengetahuan, ahli hikmah dan bijaksana. Berbagai pengertian (definisi) tentang Filsafat Pendidikan yang telah dikemukakan oleh para ahli, Al-Syaibany mengartikan bahwa filsafat pendidikan ialah aktifitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Artinya, bahwa filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya, maka filsafat pendidikan dan pengalaman kemanusian merupakan faktor yang integral atau satu kesatuan. Sementara itu, filsafat juga didefinisikan sebagai pelaksana pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan, falsafah tersebut menggambarkan satu aspek dari aspek-aspek pelaksana falsafah umum dan menitik beratkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara praktis. Barnadib mempunyai versi pengertian atas filsafat pendidikan, yakni ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Karenanya, dengan bersifat filosofis, bermakna bahwa filsafat pendidikan merupakan aplikasi sesuatu analisa filosofis terhadap bidang pendidikan.

2.  Perspektif Islam
Pengertian filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dar segi kebahsan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.

B. Obyek Kajian Filsafat Pendidikan
1. Obyek Kajian Filsafat Pendidikan
Dalam rangka menggali, menyusun, dan mengembangkan pemikiran kefilsafatan tentang pendidikan terutama pendidikan Islam, maka perlu diikuti pola dan pemikiran kefilsafatan pada umumnya.
Adapun pola dan sistem pemikiran kefilsafatan sebagai suatu ilmu adalah:
a).  Pemikiran kefilsafatan harus bersifat sistematis, dalam arti cara berfikirnya bersifat logis dan rasional tentang hakikat permasalahan yang dihadapi. Hasil pemikirannya tersusun secara sistematis artinya satu bagian dengan bagian lainnya saling berhubungan.
b).  Tinjauan terhadap permasalahan yang dipikirkan bersifat radikal artinya menyangkut persoalan yang mendasar sampai keakar-akarnya.
c).  Ruang lingkup pemikirannya bersifat universal, artinya persoalan-persoalan yang dipikirkan mencakup hal-hal yang menyeluruh dan mengandung generalisasi bagi semua jenis dan tingkat kenyataan yang ada di alam ini, termasuk kehidupan umat manusia, baik pada masa sekarang maupun masa mendatang.
d).  Meskipun pemikiran yang dilakukan lebih bersifat spekulatif, artinya pemikiran-pemikiran yang tidak didasari dengan pembuktian-pembuktian empiris atau eksperimental (seperti dalam ilmu alam), akan tetapi mengandung nilai-nilai obyektif. Dimaksud dengan nilai obyektif oleh permasalahannya adalah suatu realitas (kenyataan) yang ada pada obyek yang dipikirkannya.
Pola dan sistem berpikir filosofis demikian dilaksanakan dalam ruang lingkup yang menyangkut bidang-bidang sebagai berikut:
a).  Kosmologi yaitu suatu pemikiran dalam permasalahan yang berhubungan dengan alam semesta, ruang dan waktu, kenyataan hidup manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan, serta proses kejadian kejadian dan perkembangan hidup manusia di alam nyata dan sebagainya.
b).  Ontologi yaitu suatu pemikiran tentang asal-usul kejadian alam semesta, dari mana dan kearah mana proses kejadiannya. Pemikiran ontologis akhirnya akan menentukan suatu kekuatan yang menciptakan alam semesta ini, apakah pencipta itu satu zat (monisme) ataukah dua zat (dualisme) atau banyak zat (pluralisme). Dan apakah kekuatan penciptaan alam semesta ini bersifat kebendaan, maka paham ini disebut materialism.
Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek pemikiran filsafat, yaitu dalam ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan sekitarnya adalah juga obyek pemikiran filsafat pendidikan. Tetapi secara mikro (khusus) yang menjadi obyek filsafat pendidikan meliputi:
a.   Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan (The Nature of Education).
6
b.   Merumuskan sifat hakikat manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan (The Nature Of Man).
c.   Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan.
d.   Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan.
e.   Merumuskan hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat pendidikan dan politik pendidikan (sistem pendidikan).
f.    Merumuskan sistem nilai norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan.
Dengan demikian dari uraian tersebut diproleh suatu kesimpulan bahwa yang menjadi obyek filsafat pendidikan ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang berhungan dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-citakan.

2.  Analisis Filsafat tentang Masalah Pendidikan
Masalah pendidikan adalah merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan manusia, bahkan pada hakikatnya keduanya adalah proses yang satu.
Dengan pengertian pendidikan yang luas, berarti bahwa masalah kependidikan pun mempunyai ruang lingkup yang luas pula, yang menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Sebagai contoh, berikut ini akan dikemukakan beberapa masalah kependidikan yang memerlukan anlisa filsafat dalam memahami dan memecahkannya, antara lain:
1).  Masalah pendidikan pertama yang mendasar adalah tentang apakah hakikat pendidikan. Mengapa harus ada pada manusia dan merupakan hakikat hidup manusia.
2).  Apakah pendidikan itu berguna untuk membina kepribadian manusia?
3).  Apakah sebenarnya tujuan pendidikan itu?

Problema-problema tersebut merupakan sebagian dari contoh-contoh problematika pendidikan yang dalam pemecahannya memerlukan usaha-usaha pemikiran yang mendalam dan sistematis atau analisa filsafat.
Dalam memecahkan masalah-masalah tersebut analisa filsafat menggunakan berbagai macam pendekatan yang sesuai dengan permasalahannya. Diantara pendekatan yang digunakan antara lain:
a).  Pendekatan secara spekulatif
b).  Pendekatan normative
c).  Pendekatan analisa konsep
d).  Analisa ilmiah
Selanjutnya Harry Scofield, sebagaimana dikemukakan oleh Imam Barnadib dalam bukunya Filsafat Pendidikan, menekankan bahwa dalam analisa filsafat terhadap masalah-masalah pendidikan digunakan dua macam pendekatan yaitu pendekatan filsafat historis dan pendekatan dengan menggunakan filsafat kritis.
Dengan pendekatan filsafat historis yaitu dengan cara mengadakan deteksi dari pertanyaan-pertanyaan filosofis yang diajukan, mana-mana yang telah mendapat jawaban dari para ahli filsafat sepanjang sejarah. Dalam sejarah filsafta telah berkembang dalam bentuk sistematika, jenis dan aliran-aliran filsafat tertentu.
Adapun cara pendekatan filsafat kritis, dimaksudkan dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan filosofis dan diusahakan jawabannya secara filosofis pula dengan menggunakan berbagai metode dan pendekatan filosofis. Selanjutnya Schofield mengemukakan ada dua cara analisa pokok dalam pendekatan filsafat kritis yaitu analisa bahasa (linguistik) dan analisa konsep. Analisa bahasa adalah usaha untuk mengadakan interpretasi yang menyangkut pendapat-pendapat mengenai makna yang dimilikinya. Sedangkan analisa konsep adalah suatu analisa mengenai istilah-istilah (kata-kata) yang mewakili gagasan.

C.   Fungsi dan Tugas Filsafat Pendidikan
1.   Fungsi dan Tugas Filsafat Pendidikan Islam
Sebagai ilmu, pendidikan Islam bertugas untuk memberikan penganalisaan secara mendalam dan terinci tentang problema-problema kependidikan Islam sampai kepada penyelesaiannya. Pendidikan Islam sebagai ilmu, tidak melandasi tugasnya pada teori-teori saja, akan tetapi memperhatikan juga fakta-fakta empiris atau praktis yang berlangsung dalam masyarakat sebagai bahan analisa. Oleh sebab itu, masalah pendidikan akan dapat diselasaikan bilamana didasarkan keterkaitan hubungan antara teori dan praktek, karena pendidikan akan mampu berkembang bilamana benar-benar terlibat dalam dinamika kehidupan masyarakat. Antara pendidikan dan masyarakat selalu terjadi interaksi (saling mempengaruhi) atau saling mengembangkan sehingga satu sama lain dapat mendorong perkembangan untuk memperkokoh posisi dan fungsi serta idealisasi kehidupannya. Ia memerlukan landasan ideal dan rasional yang memberikan pandangan mendasar, menyeluruh dan sistematis tentang hakikat yang ada dibalik masalah pendidikan yang dihadapi.
Dengan demikian filsafat pendidikan menyumbangkan analisanya kepada ilmu pendidikan Islam tentang hakikat masalah yang nyata dan rasional yang mengandung nilai-nilai dasar yang dijadikan landasan atau petunjuk dalam proses kependidikan.
Tugas filsafat adalah melaksanakan pemikiran rasional analisis dan teoritis (bahkan spekulatif) secara mendalam dan memdasar melalui proses pemikiran yang sistematis, logis, dan radikal (sampai keakar-akarnya), tentang problema hidup dan kehidupan manusia. Produk pemikirannya merupakan pandangan dasar yang berintikan kepada “trichotomi” (tiga kekuatan rohani pokok) yang berkembang dalam pusat kemanusiaan manusia (natropologi centra) yang meliputi:
· Induvidualisme
 · Sosialitas
 · Moralitas
Ketiga kemampuan tersebut berkembang dalam pola hubungan tiga arah yang kita namakan “trilogi hubungan” yaitu:
·     Hubungan dengan Tuhan, karena ia sebagai makhluk ciptaan-Nya.
·     Hubungan dengan masyarakat karena ia sebagai masyarakat.
·  Hubungan dengan alam sekitar karena ia makhluk Allah yang harus mengelola, mengatur, memanfaatkan kekayaan alam sekitar yang terdapat diatas, di bawah dan di dalam perut bumi ini.

2.      Analisis Hubungan Filsafat dengan Pendidikan
Dalam berbagai bidang ilmu sering kita dengar istilah vertikal dan horisontal. Istilah ini juga akan terdengar pada cabang filsafat bahkan filsafat pendidikan. Antara filsafat dan pendidikan terdapat hubungan horisontal, meluas kesamping yaitu hubungan antara cabang disiplin ilmu yang satu dengan yang lain yang berbeda-beda, sehingga merupakan synthesa yang merupakan terapan ilmu pada bidang kehidupan yaitu ilmu filsafat pada penyesuaian problema-problema pendidikan dan pengajaran. Filsafat pendidikan dengan demikian merupakan pola-pola pemikiran atau pendekatan filosofis terhadap permasalahan bidang pendidikan dan pengajaran.
Adapun filsafat pendidikan menunjukkan hubungan vertikal, naik ke atas atau turun ke bawah dengan cabang-cabang ilmu pendidikan yang lain, seperti pengantar pendidikan, sejarah pendidikan, teori pendidikan, perbandingan pendidikan dan puncaknya filsafat pendidikan. Hubungan vertikal antara disiplin ilmu tertentu adalah hubungan tingkat penguasaan atau keahlian dan pendalaman atas rumpun ilmu pengetahuan yang sejenis.
Maka dari itu, filsafat pendidikan sebagai salah satu bukan satu-satunya ilmu terapan adalah cabang ilmu pengetahuan yang memusatkan perhatiannya pada penerapan pendekatan filosofis pada bidang pendidikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup dan penghidupan manusia pada umumnya dan manusia yang berpredikat pendidik atau guru pada khususnya.
Dalam buku filsafat pendidikan karangan Prof. Jalaludin dan Drs. Abdullah Idi mengemukakan bahwa Jhon S. Brubachen mengatakan hubungan antara filsafat dan pendidikan sangat erat sekali antara yang satu dengan yang lainnya. Kuatnya hubungan tersebut disebabkan karena kedua disiplin tersebut menghadapi problema-problema filsafat secara bersama-sama.

D.   Eksistensi Manusia Dalam Filsafat Pendidikan Islam

Pemikiran filsafat mencakup ruang lingkup yang berskala makro yaitu: kosmologi, ontology, philosophy of mind, epistimologi, dan aksiologi. Untuk melihat bagaimana sesungguhnya manusia dalam pandangan filsafat pendidikan, maka setidaknya karena manusia merupakan bagian dari alam semesta (kosmos). Berangkat dari situ dapat kita ketahui bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang pada hakekatnya sebagai abdi penciptanya (ontology). Agar bisa menempatkan dirinya sebagai pengapdi yang setia, maka manusia diberi anugerah berbagai potensi baik jasmani, rohani, dan ruh (philosophy of mind). Sedangkan pertumbuhan serta perkembangan manusia dalam hal memperoleh pengetahuan itu berlajan secara berjenjang dan bertahap (proses) melalui pengembangan potensinya, pengalaman dengan lingkungan serta bimbingan, didikan dari Tuhan (epistimologi), oleh karena itu hubungan antara alam lingkungan, manusia, semua makhluk ciptaan Allah dan hubungan dengan Allah sebagai pencita seluruh alam raya itu harus berjalan bersama dan tidak bisa dipisahkan. Adapun manusia sebagai makhluk dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya insaninya itu, manusia diikat oleh nilai-nilai illahi (aksiologi), sehingga dalam pandangan FPI, manusia merupakan makhluk alternatif (dapat memilih), tetapi ditawarkan padanya pilihan yang terbaik yakni nilai illahiyat. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa manusia itu makhluk alternatif (bebas) tetapi sekaligus terikat (tidak bebas nilai).
Manusia adalah subyek pendidikan, sekaligus juga obyek pendidikan. manusia dewasa yang berkebudayaan adalah subyek pendidikan yang berarti bertanggung jawab menyelenggareakan pendidikan. mereka berkewajiban secara moral atas perkembangan pribadi anak-anak mereka, yang notabene adalah generasi peneruis mereka. manusia dewasa yang berkebudayaaan terutama yang berprofesi keguruan (pendidikan) bertanggung jawab secara formal untuk melaksanakan misi pendidikan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai yang dikehendaki ,masyarakan bengsa itu. Manusia yang belum dewasa, dalam proses perkembangan kepribadiannya, baik menuju pembudayaan maupun proses kematangan dan intregitas, adalah obyek pendidikan. Artinya mereka adalah sasaran atau bahan yang dibina. Meskipun kita sadarai bahwa perkembangan kepribadian adalah self development melalui self actifities, jadi sebagai subjek yang sadar mengembangkan diri sendiri. Alam semesta adalah media pendidikan sekaligus sebagai sarana yang digunakan oleh menusia untuk melangsungkan proses pendidikan. Didalam alam semesta ini manusia tidak dapat hidup dan “mandiri” dengan sesungguhnya. Karena antara manusia dan alam semesta saling membutuhkan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Dimana alam semesta ini butuh manusia untuk merawat dan memeliharanya sedangkan manusia butuh alam semesta sebagai sarana berinteraksi dengan manusia lainnya. Proses pendidikan yang berlangsung didalam antar aksi yang pluralistis (antara subjek dengan lingkungan alamiah, sosial dan cultural) amat ditentukan oleh aspek manusianya. Sebab kedudukan manusia sebagai subyek didalam masyarakat, bahkan didalam alam semesta, memberikan konsekuensi tanggung jawab yang besar bagi diri manusia. Manusia mengembang amanat untuk membimbing masyarakat, memelihara alam lingkungan hidup bersama. bahkan manusia terutama bertanggung jawab atas martabat kemanusiaannyu (human dignity). Pendidikan berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran pada manusia, maka sangat urgen sekali untuk memperhatikan konsep atau pandangan Islam tentang manusia sebagai makhluk yang diproses kearah kebahagian dunia dan akhirat, maka pandangan Islam tentang manusia antara lain:
Pertama, konsep Islam tentang manusia, khsusunya anak, sebagai subyek didik, yaitu sesuai dengan Hadits Rasulullah, bahwa “anak manusia” dilahirkan dalam fitrah atau dengan "potensi" tertentu [Anwar Jasin, 1985:2]. Dalam al-Qur'an, dikatakan "tegakkan dirimu pada agama dengan tulus dan mantap, agama yang cocok dengan fitrah manusia yang digariskan oleh Allah. Tak ada perubahan pada ketetapan-Nya.....[ar-Rum : 30]. Dengan demikian, manusia pada mulanya dilahirkan dengan "membawa potensi" yang perlu dikembangkan dalam dan oleh lingkungannya. Pandangan ini, "berbeda dengan teori bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah yaitu dengan membawa "potensi tabularasa yang menganggap anak menerima "secara pasif" pengaruh lingkungannya, sedangkan konsep fitrah mengandung "potensi bawaan" aktif [innate patentials, innate tendencies] yang telah di berikan kepada setiap manusia oleh Allah [Anwar Jasin, 1985:3]. Di samping itu, hal yang juga penting implikasinya bagi pendidikan adalah tanggung jawab yang ada pada manusia bersifat pribadi, artinya tidaklah seseorang dapat memikul beban orang lain, beban itu dipikul sendiri tanpa melibatkan orang lain [pada Faathir:18]. Sifat lain yang ada pada manusia adalah manusia diberi oleh Allah kemampuan al-bayan [fasih perkataan - kesadaran nurani] yaitu daya untuk menyampaikan pikiran dan perasaannya melalui kemampuan berkomunikasi dengan bahasa yang baik [pada ar-Rahman:3-4]. Pada hadits Rasulullah, "barang siapa ingin mencapai kebahagian dunia harus ditempuh dengan ilmu dan barang siapa yang mencari kebahagian akhirat juga harus dengan ilmu, dan barang untuk mencari keduanya juga harus dengan ilmu". Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa tugas dan fungsi pendidikan adalah mengarahkan dengan sengaja segala potensi yang ada pada seseorang seoptimal mungkin sehingga ia berkembang menjadi seorang muslim yang baik.
Kedua, peranan pendidikan atau pengarah perkembanagan. Potensi manusia yang dibawah sejak dari lahir itu bukan hanya bisa dikembangkan dalam lingkungan tetapi juga hanya bisa berkembang secara terarah bila dengan bantuan orang lain atau pendidik. Dengan demikian, tugas pendidik mengarahkan segala potensi subyek didik seoptimal mungkin agar ia dapat memikul amanah dan tanggung jawabnya baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, sesuai dengan profil manusia Muslim yang baik.
Ketiga, profil manusia Muslim. Profil dasar seorang Muslim yang baik adalah ketaqwaan kepada Allah. Dengan demikian, perkembangan anak haruslah secara sengaja diarahkan kepada pembentukan ketaqwaan. Keempat, metodologi pendidikan. Metodologi diartikan sebagai prinsip-prinsip yang mendasari kegiatan mengarahkan perkembangan seseorang, khususnya pada proses belajar-mengajar. Maka, pandangan bahwa seseorang dilahirkan dengan potensi bawaan tertentu dan dengan itu ia mampu berkembang secara aktif dalam lingkungannya, mempunyai implikasi bahwa proses belajar-mengajar harus didasarkan pada prinsip belajar siswa aktif [student active learning] [Anwar Jasin, 1985:4-5] Jadi, dari pandangan di atas, pendidikan menurut Islam didasarkan pada asumsi bawaan" seperti potensi "keimanan", potensi untuk memikul amanah dan tanggung jawab, potensi kecerdasan, potensi fisik. Karena dengan potensi ini, manusia mampu berkembang secara aktif dan interaktif dengan lingkungannya dan dengan bantuan orang lain atau pendidik secara sengaja agar menjadi manusia muslim yang mampu menjadi khalifah dan mengabdi kepada Allah.

BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Allah menciptakan alam semesta ini bukan untuk-Nya, tetapi untuk seluruh makhluk yang diberi hidup dan kehidupan. Sebagai pencipta dan sekaligus pemilik, Allah mempunyai kewenangan dan kekuasaan absolut untuk melestarikan dan menghancurkannya tanpa diminta pertanggungjawaban oleh siapapun. Namun begitu, Allah telah mengamanatkan alam seisinya dengan makhluk-Nya yang patut diberi amanat itu, yaitu MANUSIA. Dan oleh karenanya manusia adalah makhluk Allah yang dibekali dua potensi yang sangat mendasar, yaitu kekuatan fisi dan kekuatan rasio, disamping emosi dan intuisi. Ini berarti, bahwa alam seisinya ini adalah amanat Allah yang kelak akan minta pertanggungjawaban dari seluruh manusia yang selama hidupnya di dunia ini pasti terlibat dalam amanat itu.
Manusia diberi hidup oleh Allah tidak secara otomatis dan langsung, akan tetapi melalui proses panjang yang melibatkan berbagai faktor dan aspek. Ini tidak berarti Allah tidak mampu atau tidak kuasa menciptakannya sealigus. Akan tetapi justru karena ada proses itulah maka tercipta dan muncul apa yang disebut “kehidupan” baik bagi manusia itu sendiri maupun bagi mahluk lain yang juga diberi hidup oleh Allah, yakni flora dan fauna.
Kehidupan yang demikian adalah proses hubungan interaktif secara harmonis dan seimbang yang saling menunjang antara manusia, alam dan segala isinya utamanaya flora dan fauna, dalam suatu “tata nilai” maupun “tatanan” yang disebut ekosistem. Tata nilai dan tatanan itulah yang disebut pula “moral dan etika kehidupan alam” yang sering dipengaruhi oleh paradigma dinamis yang berkembang dalam komunitas masyarakat disamping pengaruh ajaran agama yang menjadi sumber inspirasi moral dan etika itu.
B.   Saran
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, kritik serta saran sangat kami harapkan,dan demi kesempurnaan makalah ini, kami siap untuk merevisi kembali makalah kami dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua Amiin.


Daftar Pustaka
  • Achmad Charris Zubair, Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia (Kajian Filsafat Ilmu), Cet. I, Yogyakarta, LESFI, 2002.
  • Prof. H.M. Arifin, M. Ed., Filsafat Pendidikan Islam,Cet. VI, Remaja Rosdakarya, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2000.
  • Noor Syam, Mohammad, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filasafat Pendidikan Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional,  1986.
  • Ali, Hamdani, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Kota Kembang, 1986.
  • Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
  • Dick Hartono, Memanusiakan Manusia Muda: Tinjauan Pendidikan Humaniora, Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1985.
















16

No comments:

Post a Comment